Langsung ke konten utama

Narasi Autokritik Peringatan Hari Sumpah Pemuda: Maju Bersama Indonesia Raya

Hari ini, 28 Oktober 2024, kita kembali memperingati sebuah tonggak bersejarah bagi perjalanan bangsa kita, Hari Sumpah Pemuda. Momen ini bukan sekadar perayaan, melainkan saat untuk merenung, mengintrospeksi, dan melakukan autokritik terhadap perjalanan bangsa yang kini kita tempuh. Sumpah Pemuda bukan hanya milik masa lalu, tetapi komitmen yang hidup dalam setiap generasi.

Mari kita refleksikan, sejauh mana kita telah benar-benar memahami dan meneruskan semangat persatuan yang diwariskan oleh para pemuda tahun 1928? Di tengah kemajuan teknologi dan arus informasi yang begitu deras, kita seringkali lebih mudah terpecah karena perbedaan, baik dalam pandangan politik, keyakinan, maupun perbedaan sosial ekonomi. Pada titik ini, apakah kita sudah mampu benar-benar bersatu dalam kebinekaan, atau justru terjebak dalam polarisasi dan perpecahan?

Selain itu, mari kita renungkan peran kita sebagai pemuda dalam menghadapi tantangan zaman. Apakah kita sudah cukup berkontribusi bagi bangsa, atau justru sering kali terjebak dalam zona nyaman? Dalam setiap peluang yang kita miliki, seberapa sering kita memanfaatkannya untuk membawa perubahan positif bagi masyarakat sekitar? Sebagai generasi penerus, kita memiliki tanggung jawab untuk melanjutkan perjuangan, bukan hanya di atas mimbar pidato atau media sosial, tetapi dalam tindakan nyata yang berdampak pada bangsa.

Kita juga perlu merenung tentang komitmen kita terhadap nilai-nilai luhur, seperti kejujuran, integritas, dan kepedulian terhadap sesama. Di tengah era yang kerap mengutamakan pencitraan dan prestasi semu, mampukah kita tetap teguh pada prinsip dan nilai yang membangun martabat bangsa?

Sumpah Pemuda 2024 ini adalah saat bagi kita untuk melakukan refleksi mendalam, meluruskan langkah, dan meneguhkan niat untuk benar-benar menjadi agen perubahan yang membawa bangsa ini menuju masa depan yang lebih baik. Mari kita jadikan semangat Sumpah Pemuda sebagai pendorong untuk lebih bersatu, bekerja keras, dan berdedikasi untuk Indonesia yang lebih maju dan berkeadilan.

Dengan demikian, Sumpah Pemuda tidak lagi hanya sekadar kata-kata yang kita dengungkan tiap tahun, tetapi menjadi pedoman dalam perjalanan kita sebagai bangsa yang berdaulat, bersatu, dan berintegritas.

"Ketika kita mengingat Sumpah Pemuda, kita diingatkan akan kekuatan persatuan dalam menghadapi segala rintangan." -Tan Malaka

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wejangan Motivasi dan Siraman Hati bersama Abi (Habib Husein Al Aidid)

Ingat nak, jangan sedikitpun kamu mempunyai anggapan bahwa apa yang diberikan Allah kepadamu itu buruk, Allah selalu mengasih jalan yang terbaik bagi hambanya.. 𝘈𝘯𝘥𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘥𝘪𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘤𝘰𝘣𝘢𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘳𝘶𝘴, 𝘥𝘪𝘣𝘦𝘯𝘵𝘶𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘣𝘶𝘢𝘩 𝘱𝘦𝘳𝘮𝘢𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘢𝘬 𝘬𝘶𝘯𝘫𝘶𝘯𝘨 𝘳𝘦𝘥𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘣𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘱𝘪𝘬𝘶𝘭 𝘵𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘵. 𝘑𝘢𝘥𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘮𝘶𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘭𝘢𝘪𝘯 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘣𝘶𝘢𝘩 𝘱𝘦𝘮𝘣𝘦𝘭𝘢𝘫𝘢𝘳𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘵𝘪𝘩 𝘬𝘦𝘥𝘦𝘸𝘢𝘴𝘢𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱𝘮𝘶. Nasihat beliau selaras dengan apa yang termaktub di dalam Al Qur'an (QS. Al-Baqarah: 216) كُتِبَ عَلَيْکُمُ الْقِتَا لُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّـكُمْ ۚ وَعَسٰۤى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْــئًا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّـکُمْ ۚ وَعَسٰۤى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْــئًا وَّهُوَ شَرٌّ لَّـكُمْ ۗ وَا للّٰهُ يَعْلَمُ وَاَ نْـتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ "Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan ...

Pena Lauhul Mahfudz

Pena Lauhul Mahfudz Oleh: Budi Siswanto Perjalanan menuntut ilmu memang tidak selalu berjalan lurus sesuai dengan rencana. Modal utama untuk menuntut ilmu tentunya harus mempunyai duit. [1] Arti duit ini tidak berupa selembaran kertas yang bernilai sebagai pembayaran melainkan makna duit itu bagi saya tersendiri yaitu Do’a, Usaha, Ikhlas dan Tawakal. Inilah modal utama sebenarnya buat kita semua dalam visi membidik prestasi yang akan kita raih. Ketika dulu aku masih kelas 3 SMP hampir tidak bisa meneruskan untuk sekolah lagi, memang kondisi ekonomi keluarga tidak memungkinkan untuk membiayai aku. Pendidikan itu sangat penting, tapi kalau dikampungku jangankan untuk meneruskan ke SMA. Sudah bisa sekolah dan lulus SMP itu sudah cukup. Kenyataannya yang terjadi memang seperti itu, masyarakat menganggap “kenapa sekolah yang tinggi kalau setelah lulus paling cuma menjadi kuli bangunan tidak lebih”. Statement seperti ini yang terus dilontarkan oleh orang-orang yang ada di kamp...