Langsung ke konten utama

Pena Lauhul Mahfudz

Pena Lauhul Mahfudz
Oleh: Budi Siswanto



Perjalanan menuntut ilmu memang tidak selalu berjalan lurus sesuai dengan rencana. Modal utama untuk menuntut ilmu tentunya harus mempunyai duit. [1] Arti duit ini tidak berupa selembaran kertas yang bernilai sebagai pembayaran melainkan makna duit itu bagi saya tersendiri yaitu Do’a, Usaha, Ikhlas dan Tawakal. Inilah modal utama sebenarnya buat kita semua dalam visi membidik prestasi yang akan kita raih.

Ketika dulu aku masih kelas 3 SMP hampir tidak bisa meneruskan untuk sekolah lagi, memang kondisi ekonomi keluarga tidak memungkinkan untuk membiayai aku. Pendidikan itu sangat penting, tapi kalau dikampungku jangankan untuk meneruskan ke SMA. Sudah bisa sekolah dan lulus SMP itu sudah cukup. Kenyataannya yang terjadi memang seperti itu, masyarakat menganggap “kenapa sekolah yang tinggi kalau setelah lulus paling cuma menjadi kuli bangunan tidak lebih”. Statement seperti ini yang terus dilontarkan oleh orang-orang yang ada di kampungku.

Keinginanku melanjutkan sekolah memang rasanya mungkin tidak akan bisa karena dengan keadaan orang tuaku seperti ini dan ditambah prestasi diwaktu itu saya juga tidak mempunyai prestasi apapun. Kalau berbicara iri saya sangat iri kepada teman-teman yang didukung penuh oleh orang tuanya. Tapi kembali lagi ketika aku melihat pendidikan dikampung terkadang aku bingung dengan teman-temanku, orang tuanya sudah niat membiayai untuk menyekolahkan tapi anaknya yang tidak mau melanjutkan sekolah. Sedangkan ketika ada seorang anak yang ingin untuk melanjutkan tapi apa boleh buat jika tidak adan modal untuk membiayainya.

Salah satu diantara anak tersebut yang mempunyai keinginan untuk melanjutkan sekolah adalah aku. Temanku yang sudah lulus SMP ada 7 anak tapi yang melanjutkan sekolah cuma 2 yaitu Risma dan Aripin. Risma temanku ini orang tuanya dibilang mampu karena bapakya kerjaanya sebagai Belantik Sapi. [2]
Sedangkan temanku yang bernama Aripin Orang tuanya biasa saja Ibunya bekerja sebagai Pedagang.

Kabar terbaik itu datang dari Guru Madrasah Diniyah ku beliau bernama Pak Sobirin. Ketika itu beliau sedang jagong [3] diacara khitanan  adek ponakan ku. Beliau memberi tahu aku bahwa ada salah satu pesantren di Tuban yang sedang mencari Santri baru dan mau menerimanya secara gratis tanpa biaya. Awalnya saya tidak mempunyai keingingan untuk mondok sama sekali. Aku berfikir tidak ada salahnya aku nyantri untuk mendalami ilmu agama yang lebih dalam.

Pada tanggal 21  Mei 2013 tepat ulang tahunku yang ke-16 aku mendapatkn hadiah yang sangat spesial dan berharga yaitu aku akan di sekolahkan oleh Pondok ku di SMAN 1 Jatirogo Tuban. Sekali lagi tidak bisa aku sangka akhirnya saya bisa untuk sekolah tanpa membebani orang tua sedikitpun.

Setelah tiga tahun berlalu aku akhirnya lulus meski selama di SMA tidak pernah dapat peringkat sepuluh besar selalu 20 keatas. Saya baru menyesal karena aku mempunyai keinginan lagi untuk bisa kuliah. Pada saat itu jalur masuk Perguruan Tinggi Negeri sudah dibuka salah satunya yaitu SNMPTN. Hanya bermodalan yakin dan optimis saja aku mendaftar pada jalur tersebut, padahal jalur SNMPTN adalah jalur Undangan yang seleksinya menggunakan nilai raport dan Prestasi untuk penguatnya. Aku daftar hanya di satu PTN saja yaitu Universitas Mulawarman mengambil Jurusan Kehutanan dan Komunikasi.

Hari berlalu akhirnya tibalah pengumuman kelulusan SNMPTN. Aku tenang saja tidak berharap lebih terhadap hasil entah lulus atau tidak. Selesai ngaji dipondok pukul 21.00 aku segera membuka HP dan melihat web pengumuman. Jantungku berdebar-debar seperti selesai ada petir yang menggelegar. Degan bacaan Bismiilah aku membukanya, bena-benar menakjubkan entah ini benar atau tidak ada tulisan “Selamat Anda dinyatakan Lulus SNMPTN di Universitas Mulawarman dengan Prodi Kehutanan”. Akupun sujud syukur dan segera memberi kabar orang tuaku. Setelah menghubungi orang tua, bukannya orang tuaku senang tapi malah sebuah omelan yang aku dapat. Orang tuaku tidak setuju kalau aku kuliah karena kuliah itu mahal. Memang dikampungku seperti itu yang bisa kuliah hanya anak orang-orang tertentu saja. Waktu itu aku pulang kerumah untuk menjelaskan langsung kepada orang tuaku tentang adanya Beasiswa Bidikmisi. Orang tuaku tetap saja tidak setuju bahkan bilang kepadaku ”Wes pinter, saiki malah arep minteri wong tuo”. [4] Kata-kata yang begitu memukul yang aku terima, akupun meneteskan air mata dan menenangkan diri kekamar. Tengah malam aku nglilir [5] aku lupa bahwa tadi aku belum sholat isya’. Masih tidak percaya bahwa orang tuaku ternyata tidak meridhoi niatku.

Tiga hari dirumah aku di diamkan oleh orang tuaku karena keinginan untuk kuliah. Pada waktu itu aku masih kecewa dan belum ikhlas kalau pada endingnya seperti ini. Esok harinya aku pamit untuk kembali kepondok lagi. Waktu mau pulang kepondok aku tidak diberi uang saku sama sekali, entah karena mungkin orang tuaku masih marah denganku.

Satu tahun berlalu aku lalui hari-hari ku dipondok dan setiap harinya aku sambil bekerja menjadi tukang sapu di Madrasah Ibtidaiyah Nadlotus Sibyan yang terletak di depan pondokku persis. Meski hasil bisyaroh [6] yag aku dapatkan tidak seberapa aku tabung dan aku kumpulkan.

Malam itu pondok ada acara dzikir rutinan pada malam rabu, dan kebetulan dihadiri pengasuh pondok yaitu Habib Husein Ahmad Al Aidid. Setelah acara dzikir selesai aku menemui beliau bersama santri lainnya. Ternyata beliau sudah tahu dengan nasib ceritaku yang mau kuliah tapi tidak disetujui oleh orang tuaku. Beliau memberi sebuah kata mutiara kepadaku:

“Orang-orang besar adalah orang yang
dulunya pernah merasakan kesusahan
dan kesengsaraan mau tidak mau dia
dituntut harus berjuang”

Aku meresapi dan mencoba memahami sebuah makna yang ada dalam kata mutiara tersebut. Duduk dan ngobrol bersama beliau bagiku sungguh terasa nikmat dan sejuk ketika mendengar sebuah perkataan darinya, melebihi apapun.

Meskipun berjam-jam sampai larut malampun sangat tidak terasa ngantuk. Waktu menunjukan malam akhirnya beliau izin pamit pulang, sebelum beliau pamit tidak lupa aku menyalami dan mencium tangan beliau serta meminta do’a yang terbaik.

Keinginanku untuk kuliah tidak pudar meski dulu harapan sudah didepan mata tinggal berangkat saja untuk verifikasi berkas dan regrstrasi ulang, tapi apalah daya ketika orang tua tidak meridhoinya pasti hasilnya nanti tidak akan baik. Lama berlalunya waktu akupun mencoba mengikhlaskan apa yang telah aku terima dulu, bagiku itu adalah sebuah bayangan belaka. Masih ada kesempatan satu kali lagi unutuk mencoba memperoleh Beasiswa Bidikmisi tesebut meski tidak bisa lewat SNMPTN lagi, karena jalur tersebut hanya berlaku satu kali saja setelah baru lulus SMA. Apabila ingin seleksi masuk ke PTN lagi aku harus menggunakan jalur SBMPTN atau lewat Jalur Mandiri.

Selama satu tahun tidak ada persiapan untuk mengikuti SBMPTN, memang jalur ini berbeda dengan SNPMTN. Pada jalur ini hasil kelulusan memang sepenuhnya ditentukan oleh hasil Tes yang kita kerjakan. Sama seperti dulu aku hanya mencoba mendaftar saja karena calon bidikmisi yang telah direkomendasikan oleh kepala sekolah untuk mendaftar di jalur ini tidak dipungut sama sekali. Aku memilih tiga Universitas yaitu pertama Undip, kedua Unnes dan yang ketiga Untidar. Aku percaya tidak ada hal yang sia-sia mengenai apapun yang telah aku lakukan. Bukankah Allah pernah berfirman: “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum hingga dia mengubah nasibnya sendiri”.

Setelah sudah beberapa bulan terlalui tibalah pengumuman kelulusan. Aku  tidak berharap hasilnya sama seperti dulu karena memang tidak persiapan yang aku lakukan. Makanya aku tidak terlalu buru-buru untuk membuka HP sudah bisa ditebak pasti hasilnya tidak lolos. Setelah selesai menjalankan sholat ashar berhubung tidak ada kegiatan aku baru ingin melihat hasil kelulusan. Seperti biasanya sebelum melihat hasilnya aku membaca Bismillah terlebih dahulu. Dugaanku ternyata benar di web tersebut terdapat tulisan “Maaf anda dinyatakan tidak lulus SBMPTN, jangan menyerah dan putus asa”. 

Pada waktu itu aku berpikir memang belum rezekinya aku untuk bisa kuliah. Aktivitas sehari-hariku setiap pagi seperti biasa yaitu menyapu halaman di Madrasah Ibtidaiyah dan malamnya mengaji dipondok. Keinginan untuk kuliah perlahan mulai terlupakan, ketika itu aku lebih fokus belajar metode mmbaca kitab kuning karena selama mondok kemampuanku untuk membaca kitab kuning belum bisa.

Disaat santai di depan teras pondok sambil menikmati udara siang hari yang segar. Aku tidak sengaja mendapat informasi kuliah disalah satu group Whatsaap yaitu dari group Laskar Santri Nusantara. Di dalam group tersebut tidak sengaja mengirim informasi tentang kuliah. Dari sekian banyak informasi yang dikirim aku tertarik di sebuah Kampus Islam yaitu IAIN Salatiga.

Niatku untuk kuliah entah kenpa muncul lagi ketika bahwa di Perguruan Tinggi Keislaman Negeri ternyata juga ada program Beasiswa Bidikmisi. Aku tidak ingin membuang waktu dan segera mencari informasi lebih detail lagi tentang IAIN Salatiga. Ternyata masih ada dua jalur yang masih dibuka yaitu UMPTKIN dan jalur Seleksi Mandiri. Tapi aku lebih memilih jalur mandiri karena aku ingin lebih mempersiapakan dengan sungguh-sungguh. Kalau Jalur UMPTKIN waktu itu penutupan kurang H-3 daripada aku membuang begitu saja untuk pendaftaran mending aku memlih jalur yang terakhir.

Setelah kurang lebih satu bulan persiapan. Akupun berangkat ke Kampus IAIN Salatiga untuk mengikuti tes pada jalur mandiri. Masalah Transportasi pulang pergi Alhamdulillah tabunganku masih ada. Memang sengaja niat kuliahku ini aku tidak memberitahu orang tuaku karena nanti pasti akan sama seperti dulu.

Waktu pengumuman Jalur Seleksi Mandiri telah tiba, entah untuk pengumuman ini aku merasakan ada hal yang beda. Aku lebih berharap lulus meskipun nanti kalau regristrasi pasti akan juga membutuhkan biaya. Hal itu belum aku pikirkan sama sekali. Tepat pada pukul 13.00 aku membuka web pengumuman dari sekian ribu mahasiswa disitu ada namaku dan diterima di jurusan komunikasi penyiaran islam.

Akupun baru mulai memikirkan bagaimana membayar uang regristrasi tidak mungkin aku bilang orang tua dan minta uang begitu saja. Berbekal niat dan tekat aku berangkat melakukan regristrasi meski pada waktu itu uangku tidak cukup untuk membayar. Tapi pada akhirnya Alhamdulilah bisa dinegoisasi meskipun dengan  pembicaraan yang sangat lama dengan Wakil Dekan Bidang Keuangan. Aku masih ingat setelah regristrasi tersebut uangku tinggal lima puluh ribu. Bagaimana nanti aku memenuhi kebutuhan kuliahku dan makan sehari-harinya. Orang tuaku sendiri baru mengetahui kalau aku kuliah dari tetangga yang melihat status facebookku. Karena pada saat Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) aku dapat berfoto bareng bersama Bapak Hanif Dhakiri beliau adalah Menteri Ketenaga Kerjaan Republik Indonesia. Foto tersebut aku buat status dan ada sebuah captionnya tentang perjuangan anak desa yang ingin mencapai mimpinya, didalam status tersebut aku menegaskan bahwa yang mampu kuliah adalah bukan anak orang kaya saja tapi anak desa dari kalangan yang tidak mampu juga bisa untuk kuliah dan merasakan nikmatnya bangku perkuliahan.

Nikmat yang diberikan Allah kepadaku tidak hanya itu saja. Selang beberapa bulan Alhamdulilah aku lolos seleksi dan menjadi mahasiswa penerima Beasiswa Bidikmisi. Dari sekian ribu mahasiswa lebih yang daftar sampai tahap akhir tersisa 109 nama tidak menyangka aku termasuk yang berada didalamnya. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?. [7]


1+6=7, 2+5=7, 3+4=7.
Angka tujuh bisa kita dapakan dengan banyak cara.
Tetapi kita tetap memperoleh sebuah hasil yng sama.
Yaitu angka tujuh seperti contoh yang telah saya tulis tadi.

Begitupun kalau kita berbicara mengenai arti sebuah kesuksesan.
Kita tidak harus meraihnya dengan satu cara.
Banyak berbagai cara untuk meraihnya,Yakinlah hasilnya
pasti sama apa yang telah dituliskan oleh Allah SWT di lauful mahfudz.

Jangan sampai satu cara yang gagal itu
membuat kamu terjebak dan impianmu mati.
Sehingga membuat kamu berhenti dan impianmu
kamu biarkan dengan sia-sia hanya terbungkus begitu saja
serta terkubur dalam sebuah makam angan-angan.

Apabila dengan cara yang pertama kamu gagal.
Jangan mudah putus asa.
Never Surrender, succes is achivement.

Ketika rencana kamu yang baik telah kamu susun rapi
dan kamu planning gagal, tetaplah mempunyai keyakinan
Bahwa rencana Allah SWT adalah sebaik-baiknya rencana.

Jangan terlalu khawatir dengan hasil apa yang akan kamu terima nanti.
 Karna hakikatnya keputusan itu yang memutuskan bukan manusia.
Tapi semata-mata, keputusan yang terbaik dari Allah SWT untuk ciptaan-Nya.

Percayalah Allah SWT tidak akan pernah salah dalam mengatur.
Kalau Allah SWT salah dalam memutuskan.
Siapa lagi pemilik keputusan terbaik?
-Budi Siswanto










Catatan Kaki:
1. Duit Bahasa Jawa yang artinya Uang
2. Belantik Sapi maksudnya orang yang kerjaanya jual beli Sapi.
3. Jagong artinya sedang berkumpul dan ngobrol bareng
4. Artinya Sudah pintar, tapi malah mau mintari orang tua lagi
5. Nglilir bahasa jawa artinya bangun tengah malam.
6. Bisyaroh yaitu upah atau imbalan
7. QS.Ar Rahman Ayat 13

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen Hantu Jaket

Hantu Jaket Oleh: M. Abudy Al Ma'ruf              Malam hari, aku duduk di depan televisi sambil ditemani oleh cemilan kacang kulit sampai tidak terasa suara adzan isya’ telah berkumandang tetapi tidak membuat aku beranjak pindah dari tempat duduk ku. Karena sengaja aku sholat sendirian di rumah tidak ikut jamaah di masjid. Ses a at kemudian terdengar suara HP disamping ku yang menunjukkan dering bunyi nada SMS . Aku pun segera membukanya ternyata SMS dari temanku bernama Risma yang mengingatkanku akan PR M atematika yang harus aku kumpulkan besok. Dan Dia mengajakku untuk mengerjakan PR itu bersama-sama dirumahnya. Tetapi, aku menyetujuinya setelah aku sholat isya’ dahulu. Sehingga membuatku sedikit terburu-buru dan segera menuju keluar untuk mengambil air wudlu yang berada disamping sumur. Setelah selesai berwudlu, a da yang memanggilku d ari kejauhan. Ternyata ia Aripin, yang juga teman sebangkuku. “Bu d…..Ayo buruan belajar kelompok! suaranya sedikit

Filosofi PETE

Belajar dari makanan yang bernama PETE, dulu yang namanya PETE paling saya benci.  Tapi berjalannya waktu justru sangat saya sukai.  Begitupula bisa jadi orang yang dulu, sekarag atau yang pernah saya benci nanti justru malah aku sayangi. #MembenciSewajarnya